Saat semua persiapan dirasa cukup, kami akhirnya berangkat pada Selasa, 20 Agustus 2019 dengan menggunakan kereta api dengan waktu tempuh kurang lebih 16 Jam menuju Malang. Perjalanan yang bisa dikatakan lumayan jauh ini menjadi salah satu yang berkesan bagi saya, ini karena menjadi pengalaman pertama juga menggunakan kereta api untuk berpergian ke suatu tempat di Pulau Jawa. Dengan carrier dan beberapa atribut mendaki yang kami gunakan kala itu, kami berhasil menjadi pusat perhatian penumpang di kereta.
Di kereta saya duduk berhadapan dengan salah seorang bapak yang sepanjang perjalanan rajin memutar musik Jawa dengan handphonenya (saya dan rekan duduk di gerbong yang berbeda). Bapak ini merupakan salah satu ahli pengobatan tradisional yang memang telah kerap kali dipanggil ke Jakarta untuk memberikan pengobatan-pengobatan tradisional. Di satu kesempatan beliau sempat menunjukkan foto-fotonya bersama artis-artis Ibukota yang pernah menggunakan jasanya, bahkan beliau juga bercerita pernah diundang untuk hadir di acara Hitam Putih Trans 7 akan tetapi bapak tersebut menolak.
Alasan penolakan masih menjadi misteri hingga sekarang, hal ini karena saat itu beliau kerap menjelaskan dan menceritakan tentang dirinya dengan diselingi bahasa jawa yang tidak saya pahami artinya. Meski demikian sebagai seorang pendengar yang baik, sayapun menemani mendengarkan cerita-ceritanya bahkan hingga pukul tiga dini hari saat penumpang yang lain sudah tidur dengan lelapnya. Kartu nama bapak tersebutpun diberikan kepada saya sebagai tanda perkenalan.
Saat pagi tiba, kami ternyata masih belum sampai di Malang. Hal ini saya gunakan dengan banyak-banyak melihat keluar. Ternyata kami melewati banyak persawahan, hutan-hutan, terowongan, hingga keramaian beberapa kota besar. Saat malam sebelumnya hampir sangat sulit bagi kita melihat apa yang ada diluar, alasannya tentu karena kurangnya cahaya, apalagi saat kereta telah meninggalkan kota. Di beberapa stasiun sebelum Stasiun Malang, bapak yang saya temani bercerita semalaman kemudian ijin pamit untuk turun di stasiun tujuannya.
Stasiun Malang |
Setelah hampir 16 jam di kereta, kamipun tiba di Stasiun Malang. Oiya, kami akan bertiga mendaki Gunung Semeru. Seorang lainnya janjian dengan kami bertemu di Stasiun Malang untuk bersama-sama menuju Pasar Tumpang. Setelah kurang lebih 10 menit menunggu, kamipun bertemu dengan rekan kami ini. Disini saya dan rekan-rekan sempat bingung, akan dengan apa kami akan ke Pasar Tumpang yang menjadi tujuan selanjutnya sebelum menuju Gunung Semeru. Sambil mencari tahu dengan apa kami akan kesana, kami kemudian sempatkan untuk makan siang di dekat stasiun.
Saat makan siang, kami melihat beberapa rombongan yang juga akan ke Gunung Semeru. Tak ada sekalipun kami menegurnya, bahkan setidaknya bertanya mengenai dengan apa sebaiknya ke Pasar Tumpang, alhasil disini kami menemukan masalah. Kami memutuskan memesan Gocar untuk menuju Pasar Tumpang, saat taksi online tersebut telah datang dan kami telah bersiap untuk naik. Kami dihadang oleh beberapa supir angkot yang tidak menerima taksi mengambil penumpang yang akan mendaki ke Gunung Semeru. Karena ternyata selama ini para pendaki wajib menjadi pelanggan supir angkot disana.
Kebebasan para pendaki memilih dengan transportasi apa yang akan mereka gunakan seharusnya bisa menjadi perhatian pemerintah setempat, hal ini untuk mendukung pariwisata agar nyaman dan aman bagi turis yang datang ke daerahnya. Apalagi mengingat pengunjung Gunung Semeru tiap tahun terus meningkat sehingga seharusnya transportasi tidak dimonopoli oleh hanya salah satu jenis kendaraan hanya karena kekhawatiran kehilangan pendapatan. Setelah drama angkot yang rusuh, akhirnya kamipun ke Pasar Tumpang dengan biaya yang lebih mahal.
Next: Menuju Titik Tertinggi Pulau Jawa (Part 3): Bertemu dengan Teman Baru di Basecamp
No comments:
Post a Comment
Orang baik meninggalkan pesan